Rektor dan Mahasiswa Langitkan Doa untuk Negeri: Menjaga Lisan, Menahan Amarah
Humas - Senja baru saja luruh di langit Jember. Di kediaman Rektor UIN KHAS Jember, suasana hening pecah oleh lantunan doa. Senin malam, 1 September 2025, para pemimpin organisasi mahasiswa berkumpul bersama pimpinan kampus. Mereka duduk bersila selepas Maghrib, menyatukan harap agar negeri terhindar dari kerusuhan akibat gelombang demonstrasi.
Rektor Prof. Hepni memimpin jalannya pertemuan. Di sampingnya hadir Wakil Rektor III, Dr. Khoirul Faizin, serta jajaran wakil dekan bidang kemahasiswaan. Para ketua DEMA, SEMA, hingga perwakilan UKM dan UKK ikut melingkar, menunduk dalam doa bersama.
Usai doa, percakapan mengalir. Dr. Faizin mengingatkan bahwa idealisme mahasiswa kerap menjadi pintu masuk kepentingan lain. “Aspirasi mahasiswa sebagai perwujudan dan implementasi peran sosialnya sebagai moral watchdog sekaligus agent of social change tidak jarang dimanfaatkan oleh pihak lain. Hal ini berakibat timbulnya distorsi makna dan tujuan murninya,” ujarnya. Ia menekankan pesan amanah Menteri Agama dalam rapat terbatas secara daring dengan Pimpinan PTKIN se-Indonesia agar kampus menjaga mahasiswa dari jebakan provokasi.
“Silakan bersuara, kami tidak melarang,” lanjutnya. “Tapi tahan diri dari anarkis. Sampaikan aspirasi dengan cara yang bermartabat.”
Rektor Prof. Hepni menambahkan pentingnya konsolidasi. Ia meminta mahasiswa menjaga satu komando dan merumuskan tuntutan secara terukur. “Jangan sampai keluar dari konteks lalu berubah menjadi pengrusakan, penjarahan, bahkan sampai pembakaran. Itu merusak perjuangan,” katanya.
Ia lalu menyampaikan pesan Menteri Agama yang diteruskan langsung kepadanya: lindungi mahasiswa, jangan biarkan hoaks dan kepentingan politik menyeret mereka. Rektor mengingatkan bahwa aktivis tetap harus berpihak pada masyarakat kecil, hidup sederhana, dan menjaga mentalitas egaliter.
“Kepekaan sosial harus terus diasah. Kalian adalah pendobrak kemapanan, tapi juga pendamping masyarakat,” ucap Hepni.
Dalam nada serius ia menutup, “Sekali lagi tetap kondusif, menjaga lisan, jangan terprovokasi. Saya ini wali yang dititipi orang tua kalian. Kalau sesuatu yang buruk terjadi, sayalah yang pertama akan dimintai pertanggungjawaban.”
Malam itu, doa bersama tak hanya meneguhkan kebersamaan. Ia menjadi ruang teduh, tempat kampus dan mahasiswa mengikat janji: tetap kritis, tapi tidak kehilangan kendali.
Penulis: Cahya Fikri
Editor: Moh. Nor Afandi




